Popular Posts

Menjadi Pelayan

Markus 10:43

Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

Kesaksian Hidup dibalik Meledaknya Pesawat Luar Angkasa Challenger, USA. Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.

Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan! Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center. Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir.

Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.

Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam? Aku berpaling pada ayahku. Katanya, “Semua terjadi karena suatu alasan.”

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang. Aku teringat kata-kata ayahku,

“Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini.

Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan

Bagian teks ini menceritakan tentang keinginginan untuk mendapatkan posisi di kiri dan kanan Tuhan yang disampaikan oleh Yakobus dan Yohanes. Yang kemudian, oleh Yesus dijelaskan, bahwa kalau ada seorang ingin menjadi besar maka maka ia harus menjadi pelayan. Bagian ini menarik, karena frase “menjadi besar diantara kamu” dikaitkan dengan frase “menjadi pelayanmu” apa artinya ?

Menjadi besar dalam bagian ini digambarkan dengan sesuatu yang tinggi, agung (besar), terdengar keras, dan mulia. Sedangkan kata “pelayan” memakai kata “diakonos” yang memiliki arti: Seorang yang berada dibawah komando seseorang (master): pelayan, dan dapat dijelaskan dengan kondisi sebagai:

a. Seorang yang melayani raja.
b. Seorang yang melayani sebagai waiter (menyediakan makanan dan minuman).

Menjadi Pelayan dalam bagian ini, tidak hanya menunjuk pada sesuatu yang fisik (apa yang dilakukan, yang kelihatan mata), tetapi juga berbicara tentang apa yang ada di dalam hati, saat menjadi pelayan (saat melayani-berada pada posisi dibawah). Yusuf adalah seorang yang tahu apa artinya hidup menjadi seorang pelayan sebelum ia menjadi besar.

Hidup Yusuf sangat penuh dengan warna: pernah menikmati hidup sebagai anak kesayangan, pernah sangat dibenci oleh sebagian saudaranya, dipisahkan dengan paksa dari keluarga besar untuk kemudian menjadi pelayan di sebuah rumah pejabat Mesir, masuk penjara, dan menjadi orang besar (Perdana Menteri) yang diberi hak penuh mengatur pemerintahan Mesir.

Ketika menjadi Perdana Menteri, Yusuf adalah orang yang sangat menjaga hidupnya; tidak membalas kejahatan saudara-saudaranya yang pernah menjualnya kepada orang Mesir padahal ia bisa, karena ia orang besar, tidak mau mengambil keuntungan sedikitpun ketika ia sebagai PM telah membeli semua tanah orang Mesir yang kemudian orang Mesir diminta mengelola dengan pembagian hasil 20 % untuk Firaun dan 80 % untuk mereka (kalau mau, Yusuf bisa ambil 10% untuk dirinya). (Kej. 47:24)

Mengapa Yusuf bisa menjadi orang besar tetapi tetap tahu siapa dirinya yang sebenarnya ???

Perhatikan, saat Yusuf hidup sebagai pelayan di rumah Potifar; pernah ada kesempatan untuknya hidup menyimpang; kalau ia menerima tawaran isteri Potifar utk tidur dengannya. Tetapi Yusuf menolak, dengan alasan: bukan takut sama Potifar, tetapi ia tidak mau berdosa kepada Tuhan! (Kej. 39:9)

Yusuf tidak mau membuat hati Tuhan kecewa, padahal ia tidak diselamatkan TUHAN dari saudara-saudaranya yang jahat. Seorang yang “dipaksa menjadi pelayan”, “dipaksa hidup dibawah” tetapi tidak sakit hati kepada Tuhan! Seorang yang harus menderita karena kebencian saudara-saudaranya, tetapi tidak kecewa kepada Tuhan!

Banyak orang Kristen, bahkan sebagian besar memiliki cita-cita ingin menjadi orang besar! Tetapi menolak jalan hidup sebagai pelayan atau memberontak saat berada di bawah. Banyak orang Kristen, bahkan sebagian besar memiliki cita-cita ingin menjadi orang besar! tetapi saat berada di bawah dan menjadi pelayan, yang ada dalam hatinya adalah: iri hati, kemarahan, menyesali keadaan orangtua, dan ingin menyakiti orang lain.

Maka ketika Tuhan Yesus mengungkapkan frase “menjadi pelayan” bukan tanpa syarat.
Tuhan Yesus pernah bercerita tentang anak Sulung dan anak Bungsu. Dalam cerita itu, Tuhan Yesus mengungkapkan betapa anak bungsu adalah anak yang tidak berbakti, seorang anak yang hanya memikirkan kesenangannya sendiri.

Seorang anak yang berani meminta warisan, untuk kemudian pergi meninggalkan keluarga hanya untuk berfoya-foya. Setelah semua habis, dan anak bungsu ini menjadi melarat, ia ingin pulang ke rumah bapaknya dan bapaknya pun menyambut dengan senang hati, tidak ada kemarahan pada sang bapak, justru pesta penyambutan dibuat…

Bagaimana dengan anak Sulung? Anak Sulung yang semula dikesankan baik; seorang anak yang rela menjadi pelayan, karena ia yang kerja di kebun bapaknya, ternyata menjadi marah ketika tahu, apa yang dilakukan bapaknya terhadap adiknya.

Pertanyaan: apakah dia ikhlas selama ini menjadi pelayan? Kalau ya, mengapa ada rasa tidak terima? Sukacitakah ia melakukan semuanya? Kalau ya, mengapa ada kemarahan?
Sangat berbeda dengan Yusuf! Berada di bawah adalah saat yang tidak enak untuk banyak orang, demikian juga saat harus hidup sebagai pelayan.

Tetapi, apakah juga enak, jika nanti menjadi orang besar ternyata kita ini justru dimusuhi banyak orang, karena kharakter kita jelek (pelit: karena dulu waktu jadi pelayan, pontang panting nutupi biaya hidup, dendam: karena dulu waktu berada dibawah dihina orang, suka marah: karena dulu waktu susah sering dimarahi bos, dll) Sekali lagi, apakah enak kalau kita begini?

Apakah enak, kalau kita jadi orang besar ternyata anak-anak kitapun lebih memilih pergi meninggalkan kita, daripada hidup bersama atau dekat dengan kita?

Rencana Tuhan dan ketetapan TUHAN tidak bisa dibatalkan oleh siapapun! TUHAN pernah menetapkan Saul menjadi raja, menjadi orang besar dan tidak ada seorangpun yang bisa menghalagi ketetapan itu. Tetapi Saul menjadi pribadi yang tidak tahu, bagaimana seharusnya bersikap benar, ketika banyak orang mengelu-elukan Daud lebih dari dirinya.

Yang ada dalam pikiran Saul adalah rasa takut, yang kemudian ingin menyingkirkan Daud! Apakah ia menikmati hidup sebagai orang besar? Sama sekali tidak! Saul tidak bisa tidur nyenyak, setiap hari yang dia pikirkan adalah dimana Daud berada untuk membunuhnya. Inilah pentingnya kharakter pelayan, ketika kita menjadi orang besar! Sebuah kharakter yang membuat kita sadar, bahwa kita punya Tuan atas hidup kita; sehingga dalam keadaan apapun, kita tahu bagaimana seharusnya kita bersikap.

Pdt. Hadi S. Lie 2010_211110 GKT_I

GKT News